Berbicara Aidit, Berbicara Rakyat



A. Latar Belakang 

Apa artinya sebuah perlawanan tanpa adanya suatu teori yang tepat untuk memimpin jalannya perlawanan itu? Apa artinya suatu perlawanan tanpa diikuti oleh suatu massa Rakyat yang banyak dan terorganisir? Suatu Perlawan akan mudah dipatahkan jika tidak ada Rakyat yang terorganisasi dan teori Revolusioner yang mendasari perlawanan tersebut. Hadirnya Aidit membuat wajah baru dalam suatu perlawanan revolusioner di Indonesia. 

Dipa Nusantara Aidit atau kerap dikenal dengan sebutan D.N. Aidit, merupakan salah seorang tokoh di Indonesia. Ia merupakan bagian dari Partai Komunis Indonesia. Didalam Partai Komunis Indonesia, ia menjabat sebagai Ketua Central Committee atau disingkat CC. Ia lahir di Tanjung Pandan. Belitung, 20 Juli 1923. Ia terlahir dengan nama Achmad Aidit. Saat kecil, orang-orang disekitarnya kerap memangilnya dengan sebutan “amat.” Aidit lahir di keluarga yang cukup berada. [1]

Ayahnya bernama Abdullah Aidit, merupakan seorang yang ikut memimpin gerakan pemuda di daerah Belitung melawan kolonialisme Belanda. Abdullah merupakan mantri kehutanan. Tercatat bahwa Ayah dari D.N. Aidit ini sempat menjadi anggota DPRs mewakili daerah Belitung setelah kemerdekaan[2]. Abdullah Aidit juga tercatat pernah mendirikan suatu organisasi atau perkumpulan yang berorientasi pada Muhammadiyah, yakni bernama Nurul Islam. Ia merupakan tokoh pendidikan islam di Belitung. Ibunya bernama Mailan merupakan seorang yang lahir dari keluarga ningrat. 

Aidit berasal dari keluarga yang cukup terpandang sehingga ia dapat mengenyam pendidikan di salah satu sekolah Belanda. Ia masuk Hollandsch Inlandsche School (HIS). Meskipun mengenyam pendidikan disekolah Belanda, Aidit tetap tumbuh didalam keluarga yang religius dan taat akan ke-islam-an. Achmad Aidit kecil dikenal sebagai tukang azan. Menjelang dewasa barulah Aidit merubah namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Memasuki tahun 1940, Aidit merantau dari Belitung ke Jakarta. Ia sempat mendirikan perpustakaan “Antara” di Jakarta Pusat.[3]

Saat masih di Belitung, Aidit kerap bergaul dengan kaum buruh tambang timah yang sering ia lewati. Ia termasuk sosok orang yang tidak pilih-pilih teman. Hal ini lah yang mendorong jiwa sosialis dari sosok Aidit. Salah seorang teman dekatnya yang juga seorang anak sekaligus buruh dari tambang timah tersebut sering menceritakan pengalaman-pengalaman pait yang dialami buruh, mendengar cerita tersebut Aidit menjadi bersimpati. Hal ini lah yang menentukan jalan pikiran dan sikap politik Aidit setelah sampai di Jakarta. Saat tiba di Jakarta, Aidit ditampung di rumah kawan ayahnya yakni Marto yang merupakan seorang mantri polisi. Awalnya ia hendak mendaftar MULO namun sayang nasib tidak memihak sehingga ia harus dapat berpuas diri dengan masuk ke sekolah dagang Middestand Handel School (MHS). 

Saat dewasa, Aidit mulai mempelajari teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda. [4]Saat berada di perhimpunan itu barulah Aidit bertemu dengan banyak orang-orang yang juga memainkan peranan penting dalam dunia politik Indonesia.Meskipun seorang Marxis, ia tetap menunjukan dukungan terhadap hal lain. Dibawah kepemimpinan Aidit, Partai Komunis Indonesia menjadi partai komunis ketiga terbesar didunia setelah Uni Soviet dan RRC. 


B. Masa-Masa Strategis 

Ketertarikan Dipa Nusantara Aidit terhadap permasalahan sosial politik mulai banyak terlihat sejak usia muda. Hal ini makin terlihat saat usia remaja dimulai sejak ia pindah ke Jakarta. Bakat kepemimpinan Aidit sudah terlihat sejak dahulu saat ia berhasil mengorganisir kawan-kawannya untuk melakukan bolos sekolah secara massal hanya untuk mengantar jenazah pejuang kemerdekaan yakni Muhammad Thamrin. Ia mulai mempelajari teori-teori Marxis sejak berada dalam Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda. Dewasa ini, perhimpunan tersebut dikenal sebagai asal muasal atau cikal bakal dari Partai Komunis Indonesia. Sejak bergabung dengan perhimpunan tersebut, Aidit banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh politik yang ada di Indonesia pada masa itu. Tokoh-tokoh yang ia temui merupakan tokoh yang memainkan posisi atau peranan penting dalam perpolitikan di Indonesia, yakni Mohammad Hatta, Sukarno, Mohammad Yamin, dan sebagainya. Di Jakarta, Aidit mulai menapaki karirnya meskipun secara lamban karena faktor ekonomi beliau yang tidak memadai pasa saat itu. Aidit juga pernah bergabung dengan organisasi kepemudaan yang berhaluan kiri bernama Persayuan Timur Muda atau sering disebut PERTIMU. Dalam organisasi ini ia pernah diangkat menjadi Ketua Umum karena kapasitasnya. Selain itu,Aidit juga bergabung dalam kelompok pemuda yang pada saat itu terletak dijalan Menteng No.31 Jakarta. Kelompok itu dikenal sebagai Menteng 31. Di perkumpulan ini Aidit bertemu dan digembleng oleh para senior nya tak talin dan tak bukan adalah Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan lain-lain. 

Saat ia mulai beranjak dewasa dan diiringi dengan karier politiknya yang juga ikut mulai naik. Aidit merubah namanya. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa latarbelakang penggantian nama Aidit karena beliau ingin menghilangkan bayang-bayang keluarga. Salah satu sumber menyebutkan bahwa pergantian nama Aidit itu dipicu oleh perhitungan politik. Ia merasa ketika namanya diubah akan mengurangi resiko terhadap keluarganya karena mulai berkurang orang yang tahu entang asal usulnya. Dalam beberapa versi sejarah disebutkan bahwa penggunaan nama Dipa Aidit itu merupakan usulan dari teman-teman Aidit ketika di Menteng 31. Penggunaannya sebagai tanda penghormatan kepada jasa pahlawan nasional yani Pangeran Diponegoro. Namun beberapa sumber juga menyebutkan bahwa nama D.N merupakan singkatan dari “Djafar Nawawi” karena Aidit dianggap memiliki keturunan Minangkabau. Versi lain menyebutkan bahwa nama Dipa Nusantara sudah diberikan oleh Ayah Aidit sejak lahir, namun penggunaannya hanya boleh digunakan saat Aidit menginjak usia dewasa. 

Terdapat salah satu peristiwa yang menjadi titik disorotnya Aidit dalam Partai Komunis Indonesia, yakni Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948. Dimana pemberontakan itu tak dapat lepas kaitannya dengan jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin. Jatuhnya kabinet tersebut disebabkan oleh gagalnya perundingan Renville pada saat itu yang dianggap sangat merugikan pihak Indonesia. Peristiwa itu membuat pihak Partai Komunis Indonesia sempat mengalami fase gelapnya. Banyak jajaran dari Partai komunis Indonesia yang tertangkap dan dibunuh pada saat itu. Puncaknya adalah kematian Musso yang tak lain dan tak bukan merupakan salah satu pimpinan Partai Komunis Indonesia pada saat itu. Dampak dari peristiwa tersebut adalah, banyak tokoh dalam Partai Komunis Indonesia yang harus bersembunyi untuk sementara waktu karena menjadi incaran pemerintah. Begitupun Aidit yang harus ikut bersembunyi. 

Setelah sempat beberapa waktu menghilang, Aidit muncul kembali. Dikemunculannya pada saat itu, ia mulai membangun Partai Komunis Indonesia kembali. Ada sebuah gugatan yang menyebabkan dosa – dosa Partai Komunis Indonesia dihapuskan, yakni terlampir dalam “Menggugat Peristiwa Madiun” yang dikeluarkan oleh Mosbat pada tangal 4 November 1949.[5] Dimana dalam gugatan tersebut Aidit membela kehormatan Partainya yakni Partai Komunis Indonesia dari peristiwa Madiun yang didakwakan kepada dirinya. Aidit mengatakan bahwa peristiwa itu merupakan provokasi pihak yang ingin memecah belah persatuan nasional.[6]

Setelah gugatan tersebut, Aidit mulai menyingkirkan angkatan-angkatan tua di tubuh Partai Komunis Indonesia dan mulai membangun partai tersebut. Pada Pemilu tahun 1955, di tangan Aidit, Partai Komunis Indonesia bangkit dan berhasil menjadi empat besar. Aidit masih terkesan muda saat ia menjabat menjadi salah satu tokoh penting dalam tubuh Partai Komunis Indonesia, yakni umur 31 tahun. Di tahun-tahun berikutnya, Partai Komunis Indonesia melenggang pesat di dalam kancah perpolitikan Indonesia pada saat itu. Semua serba baik bagi Partai Komunis Indonesia pada sat itu meskipun ia merupakan partai yang berada di luar parlemen, namun justru ini lah yang menjadi daya tarik bagi massa Partai Komunis Indonesia pada saat itu yang mungkin kebanyakan kecewa dengan pemerintahan. Ditambah dengan program-program yang ada di tubuh Partai Komunis Indonesia yang terkesan sangat peduli rakyat kalangan bawah. 


C. Konteks dan Karakter Episteme Politik 

Berbicara tentang D.N Aidit tidak bisa terlepas dari basis yang dimiliki oleh beliau. Aidit memiliki pandangan dunia secara materialisme. Materialisme merupakan anti-tesis dari Idealisme. Idealisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa dunia itu bergantung pada gagasan yang manusia bangun. Idealisme mengenai bagaimana dunia itu terbentuk dari “ide.” Jika berbicara mengenai Idealisme. Dan jika dikaitkan dengan tokoh materialisme, Pemikiran Aristoteles merupakan anti-tesis dari pemikiran Plato mengenai dunia “ide.” Aristoteles berpendapat bahwa ide lahir dari pengamatan manusia itu sendiri dari dunia materi. Misal, ide tentang bentuk papan tulis itu muncul setelah manusia melakukan pengamatan dan menyimpulkan akan bentuk dari papan tulis itu sendiri. Realita adalah apa yang ditangkap oleh indra. Akal tidak mengandung ide bawaan, tetapi akal yang menginterpretasikan ide dalam benda yang ditangkap oleh indra.[7] Ini yang menjadi dasar dari filsafat materialisme. 

Dalam beberapa tulisan Aidit, disebutkan sebuah pisau analisis. Pisau analisis terseut adalah MDH atau Materialisme Dialektik dan Historis. Yang disebut pisau analisis inilah yang disebut sebagai dasar dari memahami marxisme, yang tak lain merupakan dasar menuju pemikiran D.N Aidit. Dasar ini berasal dari filsafat Karl Marx yakni materialisme filsafat yang telah disempurnakan. Filsafat tersebut meruoakan senjata yang tidak hanya untuk mengenal dan menafsirkan, namun juga untuk mengubah keadaan alam, masyarakat dan pikiran manusia itu sendiri. Hal ini yang menjadi awal bagaimana munculnya pemikiran politik dari D.N Aidit. 

Munculnya pemikiran politik D.N Aidit yang dibantu dengan pisau analisis dari filsafata Karl Marx merupakan praktik sosial dan berasal dari melihat dari praktik sosial yang ada di dunia materil. Karena munculnya MDH juga berasal dari pengalaman praktik sosial dimasa lampau. Ia merupakan suatu produk daripada proses perkembangan sejarah pada tingkatan tertentu, yaitu kapitalisme, dimana proses perjuangan antara pikiran-pikiran yang ilmiah dengan takhayul.[8] Oleh karena itu, maka untuk dapat mengenal dan memahami MDH secara tepat, perlu kita terlebih dahulu mendapat gambaran, walaupun secara singkat dan garis besar, tentang sejarah perkembangan filsafat.[9]

Materialisme dialektik pertama-tama mengakui bahwa keadaan atau materi adalah primer, sedangkan pikiran atau ide adalah sekunder, adalah yang dilahirkan dan ditentukan oleh materi. Ini berarti bahwa segala macam gejala yang ada di dunia ini mempunyai satu dasar yang sama, yaitu materi. Dengan perkataan lain, dunia semesta ini pada hakikatnya adalah materiil, dan dunia materiil ini adalah satu-satunya dunia yang nyata (riil).[10]

Munculnya pemikiran politik Aidit karena beliau melihat permasalahan di dunia materi yakni di masyarakat. Bagaimana adanya saling hubungan antara munculnya suatu ide karena meihat dunia. Aidit kecil memiliki teman-teman yang merupakan anak serta ada yang ikut menjadi buruh di suatu tambang timah si daerah asalnya. Hal ini yang menjadi salah satu gugahan Aidit untuk berjuang memperjuangkan kesejahteraan para kaum buruh, tani, dll. Ditambah pada masa berkembang remaja, Aidit sempat merasakan hidup dijaman pra-kemerdekaan. Pada masa pra-kemerdekaan, keadaan Indonesia menjadi suatu bagian yang ditindas oleh imperialisme dan feodalisme.Indonesia belum memasuki masa peralihan yakni Indonesia yang merdeka dan berdaulat penuh, bebas dari penagruh imperialisme dan feodalisme. 

Sepanjang sejarah masyarakat berkelas, dimana massa Rakyat pekerja merupakan golongan yang tertindas, penciptaan kekayaan spiritual memang tak mungkin dilakukan langsung oleh massa Rakyat pekerja, melainkan secara tidak langsung dengan nelalui sarjana-sarjana, sastrawan-sastrawan dan seniman-seniman yang umumnya lahir dari kalangan kelas penindas. Sebab, sarjana-sarjana, sastrawan-sastrawan dan seniman-seniman itu mungkin melakukan akivitas-aktivitasnya serta memperoleh hasil-hasil yang besar, karena segala kebutuhan materiil untuk hidupnya maupun untuk segala keperluan bagi pekerjaannya telah diciptakan oleh massa Rakyat pekerja. Tanpa basis produksi materiil yang dilakukan oleh massa Rakyat Pekerja, penciptaan kekayaan spiritual apapun tak mungkin terjadi. Selain itu, setiap penciptaan kekayaan spiritual baik yang berupa penemuan-penemuan di bidang ilmu-alam ataupun ilmu-sosial, maupun karya-karya sastra ataupun karya-karya kesenian, tak dapat dipisahkan dari pengalaman praktek produksi massa Rakyat pekerja. Penemuan dalam pertanian tak terlepas dari pengalaman praktek produksi kaum tani, penemuan mesin-mesin baru juga berdasarkan pengalaman praktek kaum buruh. Begitupun karya-karya dalam kesusastraan dan kesenian, tak dapat dipisahkan dari kehidupan massa Rakyat, dari pengakuan dan penghargaan massa Rakyat. Keadaan yang seperti yang melahirkan pemikiran politk Aidit. 

Hal ini juga berkaitan dengan adanya hubungan antara penindasan imperialisme dengan gerakan kemerdekaan nasional. di antara penindasan imperialisme dengan perjuangan kemerdekaan nasional bangsa-bangsa tertindas terdapat saling hubungan yang objektif. Bangsa-bangsa itu bangkit berjuang untuk merebut kemerdekaan nasionalnya dari imperialisme yang menjajah negeri-negeri mereka. Perjuangan untuk kemerdekaan nasional itu menumbuhkan rasa patriotisme yang wajar. Pada pihak lain, imperialisme merupakan suatu kekuatan internasional, ia tidak mungkin dikalahkan tanpa suatu front internasional anti-kolonial dan cinta damai yang kuat, yang merupakan “samenbundeling van alle revolutionaire krachten” di bidang internasional, atau persatuan “the new emerging forces”. Oleh sebab itu patriotisme yang sejati harus dipadukan dengan rasa internasionalisme yang sadar, internasionalisme yang bertujuan mencapai kebebasan seluruh umat manusia dari penghisapan dan penindasan, internasionalisme Sosialis. Oleh sebab itu, saling hubungan antara patriotisme dengan internasionalisme pun merupakan saling hubungan yang objektif dan bukan yang diada-adakan secara subjektif. 


D. Pemikiran Politik Tokoh Indonesia 

Berbicara mengenai Dipa Nusantara Aidit tidak bisa lepas kaitannya dengan Partai Komunis Indonesia. Dipa Nusantara Aidit seolah menjadi salah satu tokoh sentaral dan paling berpengaruh atas munculnya pengaruh dan paham Marxisme-Leninisme di konteks kehidupan politik di Indonesia. Ia juga memegang peranan penting dalam segala tindakan Partai Komunis Indonesia pada periode 1948-1965, segala sikap dan cara-cara pandang Partai Komunis Indonesia pada saat itu sangat terpengaruh oleh kepemimpinannya. Dalam suatu kesmepatan Aidit pernah berkata kepada adiknya Murad bahwa Ia tidak akan menjadi pahlawan keluaga, karena semenjak masuk ke karie politik ia dengans engaja mulai melepaskan asal-usul keluarga dipundaknya, Ia juga berkata bahwa menjadi Pahlawan keluarga itu sangat sederhana dan terkesan amat egois. Ia ingin menjadi pahlawan bangsa. 

Cita-cita ideal Aidit tentang Indonesia sangat sederhana. Aidit mengimpikan untuk menjadikan Indonesia menjadi Bangsa yang sama rata sama rasa bagi seluruh rakyatnya, serta menjadikan masyarakat lebih baik, dan masyarakat tanpa kelas yang diwujudkan dalam suatu Revolusi Indonesia. Ia merasa tugasnya adalah untuk mengabdi kepada kepentingan dan tujuan Revolusi Indonesia. Merupakan suatu keharusan yang fundamental untuk selalu mengabdikan setiap aktivitas apapunjenis dan ragamnya dan dibidang apapun juga untuk kepentingan dan tujuan Revolusi Indonesia. Baginya, tujuan Revolusi Indonesia tidak hanya sebatas pada kepentingan dan tujuan nasional daripada revolusi kemerdekaan Indonesia, namun pada kepentingan dan tujuan internasional juga yakni, membangun dunia kembali. Maksud dari membangun dunia kembali adalah membangun dunia baru yang bebas dari l’exploitation de l’homme pas l’homme atau lebih diketahui sebagai dunia sosialis. 

Aidit mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengetahui keadaan suatu hal, negara, atau bangsa salah satunya adalah dengan cara kita harus mengetahui tentang kontradiksi-kontradiksi yang ada di Indonesia. Menurut Aidit, kontradiksi yang ada di Indonesia pada jamannya berupa kontradiksi antara nasion Indonesia dengan imperialisme, kontradiksi antara kaum tani dengan feodalisme, serta antara buruh dengan kapital dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-haripun kontradiksi selalu ada. Tinggal bagaimana cara untuk mengendalikan serta menyelesaikan kontradiksi tersebut. Dan ketika secara perlahan kontradiksi tersebut dapat diselesaikan melalui segi positif, tentu semakin lama akan makin mengarah ke arah revolusioner. Karena menurut Aidit, sesungguhnya tugas kaum revolusioner adalah menyelesaikan kontradiksi dalam masyarakat maupun dalam pikiran. Dari banyak kontadiksi yang ada pada zamannya, Aidit membagi kontradiksi tersebut menjadi 2 kontradiksi pokok, yakni: 

1. Kontradiksi antara Sosialisme dengan imperialisme, dan 

2. Kontradiksi antara nasion-nasion tertindas dengan imperialisme 

Dari kedua kontradiksi tersebut membentuk suatu arus besar Revolusi. Kedua kontradiksi tersebut ia lihat melalui sisi materialisme. Jika dilihat dari segi dunia, kontradiksi antara Sosialisme dengan imperialisme dapat dilihat melalui dua kekuatan besar yang mendominasi dunia pada saat itu yakni imperialisme yang dikepalai Amerika Serikat dan negeri Sosialis seperti Uni Soviet dan RRC. Sementara itu, kontradiksi antara nasion-nasion tertindas dengan imperialisme dapat dengan jelas ia lihat di dunia bagian Asia dan Afrika. Dari kedua dasar kontradiksi inilah gerak arah pemikiran politik Dipa Nusantara Aidit terbentuk. 

Bebicara tentang Aidit tidak lengkap rasanya jika tidak berbicara mengenai Partai Komunis Indonesia. Bagi Aidit, sudah sejak lama kaum muda di Indonesia berusaha untuk menemkan suatu teori dan bentuk organisasi perjuangan yang tepat. Maksud tepat disini adalah organisasi perjuangan yang dapat membebaskan Rakyat Indonesia dari segala jenis penjajahan. Pada awal pembentukan Partai Komunis Indonesia, Aidit percaya bahwa usaha tersebut makin nyata hasilnya. Meskipun pada tahap awal usaha tersebut, kaum muda harus belajar dari orang Barat. Dititik ini kaum intelektual muda Indonesia mulai mengkritisi mengapa para pelajar yang dikirim sekolah ke luar negeri malah dilarang keras untuk mempraktekan apa yang telah mereka pelajari. Mereka juga melihat bahwa orang-orang Belanda di Indonesia tidak mempraktekan teori yang mereka pelajari di Negeri Belanda. Hal ini menimbulkan suatu perlawanan dari kaum muda yang merasa tertindas dan perlawanan tersebut disambut baik oleh Rakyat Indonesia yang bahkan lebih tertindas dari mereka. Setelah mengambil banyak pelajaran dari orang-orang barat, barulah terjadi pembentukan organisasi seperti Budi Utomo, dll. Namun, pada praktiknya perlawanan tersebut selalu gagal. Dan Aidit berpikir bahwa kegagalan dari perlawanan ini bukan karena kurangnya semangat dalam melakukan perlawanan itu, namun karena tidak ada nya suatu teori yang tepat sehingga massa Rakyat yang ada belum dapat terorganisir dengan baik. Meletusnya Revolusi Sosialis Oktober, dan kemenangan revolusi itu memberi suatu semangat baru, khususnya bagi rakyat Indonesia. Revolusi ini dianggap sebagai harapan baru bagai kaum-kaum yang terjajah, selain itu revolusi ini memunculkan suatu partai tipe baru yakni partai massa dimana partai tersebut terdiri dari kelas-kelas pekerja yang bersenjatakan Marxisme-Leninisme, partai ini berkaitan erat dengan massa. Hal inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya partai PKI di Indonesia. Pemikiran Aidit dalam mencapai puncak kejayaan dari partai komunis Indonesia sendiri sangatlah berperan penting. Seolah dalam masa tersebut, segala pergerakan PKI banyak melalui berbagai pertimbangan Aidit dkk. 

Dalam melaksanakan cita-citanya tentang Indonesia yang ideal yang terbentuk oleh keresahan yang ia lihat di Indonesia semasa hidupnya, D.N Aidit mencoba mencapai nya dengan melalui Partai Komunis Indonesia. Partai yang awalnya begitu jaya namun setelah terjadinya pemberontakan Madiun serta tewasnya banyak pemimpin Partai ini sehingga sempat mengalami masa gelapnya sebelum dipegang oleh Aidit dan kawan-kawan. Aidit yang sempat mengasingkan diri karena telah menjadi buronan pada saat iu, kembali dan mulai membangun Partai komunis Indonesia kembali dibantu oleh kawan-kawannya, salah satunya Njoto. 

Dalam pelaksanaan mencapai tujuan atau cita-cita idealnya tentang Indonesia, Aidit mencoba melalui banyak cara, salah satunya dengan membangun kedekatan dengan pemimpin yang pada saat itu berpengaruh, salah satunya adalah dengan membangun kedekatan dengan Ir. Sukarno. Kedekatan Aidit serta Partai Komunis Indonesia pada Sukarno yang sejatinya pada saat itu adalah Presiden Republik Indonesia menjadi suatu keuntungan sendiri bagi Aidit maupun Partai Komunis Indonesia untuk mencapai tujuannya. Meskipun sempat mengalami beberapa kendala misal yang sempat terjadi antara PKI dengan Masyumi. Namun karena kedekatan Aidit dan partai Komunis Indonesia dengan Sukarno, segala masalah yang dihadapi oleh Aidit maupun Partai komunis Indonesia dapat dilalui atau ditemukan jalan keluarnya. Namun pada pelaksanaannya, partai Komunis Indonesia yang radikal terkadang diangap terlalu ekstrim dan menggangu pesaing dari Partai lainnya, sehingga mulai dilakukan segala cara untuk membubarkan Partai ini. Sampai pada saat posisi Sukarno saat memasuki taun 1960-an yang mulai tertekan oleh berbagai pihak, yang diperparah setelah dibacakannya pidato Sukarno tentang “To Build The World A New”. Dalam waktu dekat setelah konflik tersebut meletuslah suatu kejadian yang kita sering dengar sebagai G 30/S PKI atau Gestapu yang pada saat itu Partai Komunis Indonesia menjadi kambing hitam dalam konflik tersebut. Mulai diburonlah para pemimpin Partai Komunis Indonesia serta segala gerakannya sampai ke akar mulai diberantas. Sampai hari lengsernya Sukarno dari kursi jabatannya, lalu dilanjutkan oleh Pemerintahan Orde baru yang membuat Isu negatif tentang Partai Komunis Indonesia yang dianggap bertanggung jawab pada peristiwa di tanggal 30 Sepetember 1965 tersebut, sehingga dibuatlah larangan tentang Komunisme di Indonesia. Para pemimpin Partai Komunis Indonesia diangap sebagi dalang dari pemberontakan tersebut, sehingga mereka ditahan, di adili, dikucilkan, dan kebanyakan dari mereka dihukum mati termasuk D.N Aidit. Meskipun larangan tersebut sudah dicabut, namun hingga saat ini belum pernah terbentuk kembali Partai Komunis Indonesia secara intitusi. Namun, yang namanya suatu Ideologi dan pemikiran tidak akan mati meskipun orang-orang atau tokoh pentingnya telah tiada. Ideologi dan pemikiran yang disebarkan oleh D.N Aidit bersama Partai Komunis Indonesia akan tetap ada, dan tinggal menunggu waktu dan momentum.

E.     Kesimpulan/ Penutup
Dipa Nusantara Aidit atau kerap dikenal dengan sebutan D.N. Aidit, merupakan salah seorang tokoh di Indonesia. Ia merupakan bagian dari Partai Komunis Indonesia. Didalam Partai Komunis Indonesia, ia menjabat sebagai Ketua Central Committee atau disingkat CC. Ia lahir di Tanjung Pandan. Belitung, 20 Juli 1923. Ia terlahir dengan nama Achmad Aidit. Pemikiran dari Dipa Nusantara Aidit mulai banyak terlihat sejak usia muda. Hal ini makin terlihat saat usia remaja dimulai sejak ia pindah ke Jakarta. Bakat kepemimpinan Aidit sudah terlihat sejak dahulu saat ia berhasil mengorganisir kawan-kawannya untuk melakukan bolos sekolah secara massal hanya untuk mengantar jenazah pejuang kemerdekaan yakni Muhammad Thamrin. Saat ia mulai beranjak dewasa dan diiringi dengan karier politiknya yang juga ikut mulai naik. Aidit merubah namanya. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa latarbelakang penggantian nama Aidit karena beliau ingin menghilangkan bayang-bayang keluarga. Munculnya pemikiran politik Aidit karena beliau  melihat permasalahan di dunia materi yakni di masyarakat. Bagaimana adanya saling hubungan antara munculnya suatu ide karena melihat dunia. Aidit kecil memiliki teman-teman yang merupakan anak serta ada yang ikut menjadi buruh di suatu tambang timah si daerah asalnya. Hal ini yang menjadi salah satu gugahan Aidit untuk berjuang memperjuangkan kesejahteraan para kaum buruh, tani, dll. Cita-cita ideal Aidit tentang Indonesia sangat sederhana. Aidit mengimpikan untuk menjadikan Indonesia menjadi Bangsa yang sama rata sama rasa bagi seluruh rakyatnya, serta menjadikan masyarakat lebih baik, gdan  masyarakat  tanpa kelas yang diwujudkan dalam suatu Revolusi Indonesia.


F.      Daftar Bacaan

·         Kasenda, Peter. 2016. Kematian Aidit dan Kehancuran PKI. Depok : Komunitas Bambu.
·         Tim Buku TEMPO. 2010. Serie Buku TEMPO : Orang Kiri Indonesia, Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara. Indonesia: Kepustakaan Populer Gramedia.
·         Marxist.org. Menggugat Peristiwa Madiun, D.N Aidit. Cetakan ke-4. Djakarta: Jajasan “PEMBARUAN”.  Diperoleh 10 November 2017, dari https://www.marxists.org/indonesia/indones/1955-AiditMenggugatPeristiwaMadiun.htm.
·         Tirtoid.  2017. Profil DN Aidit. diakses dari https://tirto.id/m/dn-aidit-9A , pada tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.32
·         Marxist.org. Tentang Marxisme, D.N Aidit. Cetakan ke-2. Akademi Ilmu Sosial Aliarcham tahun 1963.  Diperoleh 22 November 2017, dari https://www.marxists.org/indonesia/indones/1962-AiditTentangMarxisme.htm



[1] Peter Kasenda, Kematian D.N. Aidit dan Kehancuran PKI, Komunitas Bambu, hlm. 23.
[2] Hoesein Rushdy. Dipa Nusantara Aidit.Hlm. 3.
[3] Tirto id, “Profil DN Aidit”, diakses dari https://tirto.id/m/dn-aidit-9A , pada tanggal 19 Oktober 2017 pukul 20.32
[4] Majalah Tempo Edisi 32/XXXVI/ 01-7 Oktober 2007.
[5] Menggugat Peristiwa Madiun, D.N Aidit. Cetakan ke-4. Djakarta: Jajasan “PEMBARUAN”, 1963. Diakses dari https://www.marxists.org/indonesia/indones/1955-AiditMenggugatPeristiwaMadiun.htm pada 10 November 2017 pukul 00.33 WIB. Hlm. 32
[6] Ibid. hlm 1
[7] Ruppert Woodfin dan Oscar Zarate, Marxisme untuk Pemula. (Yogyakarta : Resist Book, 2015), hlm. 12.
[8] D.N Aidit. Tentang Marxisme. Cetakan ke-2. Akademi Ilmu Sosial Aliarcham tahun 1963. https://www.marxists.org/indonesia/indones/1962-AiditTentangMarxisme.htm  pada 22 November 2017 pukul 00.33 WIB. Hlm. 18
[9] Ibid.
[10] Ibid. hlm 37.

Marsha Dhita Pytaloka

No comments:

Post a Comment